[1}
Sore ini aroma petrichor tercium dari meja kerja ku,
Menyelinap masuk melaui celah jendela yang seharusnya rapat
Padangku melesat keluar, pohon-pohon dan rerumputan bergoyang
Ah itu angin yang basah, Palembang hujan, kau dimana?
Rasanya ingin segera pulang dan menyeduh kopi
Lalu merapal mantra pemanggi bandul waktu
Sayangnya jam pulang belum tiba,
Petrichor saja tak cukup kuat untuk melakukan itu
Kalaupun memaksanya bisa saja, namun hanya cukup untuk berlari ke masa lalu
Petrichor, Kopi, dan lembaran-lembaran kertas
Itu syarat memanggil bandul waktu sang penjelajah waktu
Setelah itu tuliskan sendiri kau ingin kemana?
Ke hari lalu atau hari depan…
[2]
Adzan Ashar baru saja bergema, dan mengkafirkanku
Hadiri Faustus dan curhatannya sore ini,
Bagaimana bisa manusia begitu pandai menipu Tuhan,
Bermaksiat padanya atas nama pahala?
Aku tak mejawab apapun
Ku palingkan wajah dan tubuhku darinya,
Fautus terus bercerita hingga rintik terakhir hujan sore ini
Dan aku masih saja mengingat-ingat kapan terakhir
Membaca matra hujan bersama sang Pengeja hujan
Lalu bersama-sama menjenjelajahi waktu.
[3]
Waktu tidak akan pernah tunduk kecuali kepada penantangnya….
Aku harus pulang, Faustus
Kau bisa bercerita kapan-kapan
Tapi ku harap kau tak pernah m
uncul lagi saat hujan dan adzan begini